Zaman Renaissance
Renaissance
adalah sebuah gerakan budaya yang sangat mempengaruhi kehidupan intelektual
Eropa pada periode modern awal. Mulai di Italia, dan menyebar ke seluruh Eropa
pada abad ke-16, pengaruhnya dirasakan dalam sastra,
filsafat,
seni,
musik,
politik,
ilmu pengetahuan, agama,
dan aspek lain dari penyelidikan intelektual. Sarjana Renaissance menggunakan
metode humanis dalam penelitian, dan mencari realisme dan emosi manusia dalam
seni.[13
Latar belakang
Kebudayaan Yunanni-Romawi adalah kebudayaan yang
menempatkan manusia sebagai subjek utama.[1][17] Filsafat Yunani,
misalnya menampilkan manusia sebagai makhluk yang berpikir terus-menerus
memahami lingkungan alamnya dan juga menentukan prinsip-prinsip bagi
tindakannya sendiri demi mencapai kebahagiaan hidup (eudaimonia).[1][18]
Kesustraan Yunani, misalnya kisah tentang Odisei karya penyair Yunani Kuno, Homerus,
menceritakan tentang keberanian manusia menjelajahi suatu dunia yang penuh
dengan tantangan dan pengalaman baru.[1]
Arsitektur ala Yunani-Romawi mencerminkan kemampuan manusia dalam menciptakan
harmoni dari aturan hukum, kekuatan, dan keindahan.[1][19]
Selain itu, kemampuan bangsa Romawi dalam bidang
teknik dan kemampuan berorganisasi pantas mendapatkan acungan jempol.[1]
Semua ini jelas menunjukkan bahwa kebudayaan Yunani-Romawi memberikan tempat
utama bagi manusia dalam kosmos.[1]
Suatu pandangan yang biasa disebut dengan ''Humanisme Klasik''.[1]
Humanisme Klasik
Kebudayaan Renaisans ditujukan untuk menghidupkan
kembali Humanisme Klasik
yang sempat terhambat oleh gaya berpikir sejumlah tokoh Abad Pertengahan.[1]
Hal ini memiliki kaitan dengan hal yang tadi dijelaskan.[1]
Apabila dibandingkan dengan zaman Klasik yang lebih menekankan manusia sebagai
bagian dari alam atau polis (negara-negara kota atau masyarakat Yunani Kuno).[1]
Humanisme Renaissans jauh lebih dikenal karena penekanannya pada
individualisme.[1]
Individualisme yang menganggap bahwa manusia sebagai pribadi perlu
diperhatikan.[1]
Kita bukan hanya umat manusia, tetapi kita juga adalah individu-individu unik
yang bebas untuk berbuat sesuatu dan menganut keyakinan tertentu.[1]
Kemuliaan manusia sendiri terletak dalam kebebasannya
untuk menentukan pilihan sendiri dan dalam posisinya sebagai penguasa atas alam
(Pico Della Mirandola).[1]
Gagasan ini mendorong munculnya sikap pemujaan tindakan terbatas pada
kecerdasan dan kemampuan individu dalam segala hal.[1]
Gambaran manusia di sini adalah manusia yang dicita-citakan Humanisme
Renaissans yaitu manusia universal (Homo Universale).[1]
Daftar tokoh besar pada masa Renaisans
Bidang seni dan budaya
- Albrecht
Dührer (1471-1528)
- Desiserius
Eramus (1466-1536)
- Donatello
- Ghirlandaio
- Hans
Holbein (1465-1506)
- Hans
Memling (1430-1495)
- Hieronymus
Bosch (1450-1516)
- Josquin
de Pres (1445-1521)
- Leonardo
da Vinci (1452-1519)
- Lucas
Cranach (1472-1553)
- Michaelangelo
(1475-1564)
- Perugino
(1446-1526)
- Raphael
(1483-1520)
- Sandro
Botticelli (1444-1510)
- Tiziano
Vecelli (1477-1526)
Penjelajahan
- Christopher
Columbus (1451-1506)
- Ferdinand
Magellan (1480?-1521)
Ilmu pengetahuan
- Johann
Gutenberg (1400-1468)
- Nicolaus
Copernicus (1478-1543)
- Andreas
Vesalius (1514-1564)
- William
Gilbert (1540-1603)
- Galileo
Galilei (1546-1642)
- Johannes
Kepler (1571-1642)
Zaman
merkantilisme
Merkantilisme adalah suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang
bersangkutan, dan bahwa besarnya volum perdagangan global teramat sangat penting. Aset
ekonomi atau modal negara dapat digambarkan secara nyata dengan jumlah kapital
(mineral berharga, terutama emas maupun komoditas lainnya) yang dimiliki oleh negara
dan modal ini bisa diperbesar jumlahnya dengan meningkatkan ekspor dan mencegah (sebisanya) impor sehingga neraca
perdagangan dengan
negara lain akan selalu positif. Merkantilisme mengajarkan bahwa pemerintahan
suatu negara harus mencapai tujuan ini dengan melakukan perlindungan terhadap
perekonomiannya, dengan mendorong eksport (dengan banyak insentif) dan
mengurangi import (biasanya dengan pemberlakuan tarif yang besar). Kebijakan ekonomi yang bekerja dengan mekanisme seperti
inilah yang dinamakan dengan sistem ekonomi merkantilisme.
Ajaran merkantilisme dominan sekali diajarkan di seluruh
sekolah Eropa pada awal periode modern (dari abad
ke-16 sampai ke-18, era dimana kesadaran bernegara sudah mulai timbul).
Peristiwa ini memicu, untuk pertama kalinya, intervensi suatu negara dalam
mengatur perekonomiannya yang akhirnya pada zaman ini pula sistem kapitalisme mulai lahir. Kebutuhan akan pasar
yang diajarkan oleh teori merkantilisme akhirnya mendorong terjadinya banyak
peperangan dikalangan negara Eropa dan era imperialisme Eropa akhirnya dimulai.
Sistem ekonomi merkantilisme mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring
dengan munculnya teori ekonomi baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The
Wealth of Nations,
ketika sistem ekonomi baru diadopsi oleh Inggris, yang notabene saat itu adalah
negara industri terbesar di dunia
Teori
Saat ini, semua ahli ekonomi Eropa antara tahun 1500 sampai tahun 1750 dianggap sebagai merkantilis meskipun
ketika itu istilah 'merkantilis' belum dikenal. Istilah ini pertama kali
diperkenalkan oleh Victor de Riqueti, marquis de Mirabeau pada tahun [1763], dan kemudian
dipopulerkan oleh Adam Smith pada tahun 1776. Pada kenyataannya,
Adam Smith menjadi orang pertama kali menyebutkan kontribusi merkantilis
terhadap ilmu ekonomi dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nations.[1] Istilah merkantilis sendiri berasal
dari bahasa Latin mercari, yang berarti "untuk mengadakan
pertukaran," yang berakar dari kata merx, berarti
"komoditas." Kata merkantilis pada awalnya digunakan oleh para
kritikus seperti Mirabeau dan Smith saja, namun kemudian kata ini juga
digunakan dan diadopsi oleh para sejarawan.
Revolusi Gereja
Latar Belakang
Reformasi gereja tercetus
pertama kali pada abad ke-16 yang terjadi di Eropa Barat. Reformasi Gereja
1483-1546 terjadi karena banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada
agama khususnya umat kristiani. Antara lain yaitu adanya penjualan surat pengampunan
dosa yang disebut surat aflat. Surat pengampunan itu dijual kepada mereka yang
tidak dapat ikut dalam perang salib[2] antara abad 11-13, Kebiasaan penjualan Surat
pengampunan dosa kemudian dilakukan untuk mengumpulkan dana bagi pembangunan
geraja. Dan dilakukan penyogokkan oleh pemuka agama kepada petinggi gereja agar
mereka memperoleh kedudukan sosial keagamaan yang tinggi. Serta adanya
penyimpangan terhadap acara sakramen suci atau ritus pemujaan terhadap
benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci[3] yang nantinya akan
menimbulkan takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk akal, seperti para pastor yang semata-mata merupakan manusia
yang memiliki sifat yang sama dengan yang lainnya menganggap dirinya keramat.
Reformasi ini terjadi akibat banyaknya ketidakpuasan terhadap Gereja Katolik
Roma pada saat itu. Ketidakpuasan ini terjadi di Bohemia, Inggris dan di
tempat-tempat yang lain. Para pemimpin gereja pada masa itu hidup secara
munafik dan bertentangan dengan Kitab Suci. Rakyat menyaksikan kerusakan moral
gereja yang bahkan melebihi kerusakan moral dalam kalangan orang biasa. Tetapi
rakyat tidak berhak mengkritik karena adanya anggapan bahwa para pemimpin
adalah wakil Tuhan dan rakyat harus
mentaati mereka. Keadaan ini
membuat orang-orang mulai meninggalkan gereja, namun mereka tetap terikat oleh
gereja sebab adanya pandangan yang mengatakan bahwa keselamatan hanya terdapat
di dalam gereja dan di luar gereja pasti binasa. Pada abad ke-16 M, Eropa
mengalami zaman renaissance (kelahiran kembali) yang diawali dengan refomasi
gereja, ketika itu peran gereja sangat kuat bagi kehidupan, sehingga dengan
adanya reformasi gereja, Barat mulai bangkit dari zaman kegelapan. Reformasi
gereja diilhami dari terjadinya renaisan pada abad pertengahan, menghasilkan
pemikiran Barat kearah modern dan mempunyai rujukan jelas menuju liberalisme
dan kebebasan. Renaisans adalah masa kelahiran atau kebangkitan kembali manusia
Barat setelah tertidur lama pada masa ya
ng disebut “abad kegelapan”
(dark ages).
Kata
Periode
kegelapan (dark ages) adalah masa yang terbentang selama
“abad pertengahan” (medieval),
yakni masa
-masa di mana masyarakat Eropa
didominiasi oleh pemerintahan dan kekuasaan agama. Para sejarawan biasanya
merujuk antara abad ke-4 hingga abad ke-15 sebagai masa-masa peradaban
skolastik atau peradaban yang dikuasai oleh para penguasa Gereja. Masa-masa ini
adalah periode yang ingin dikubur oleh tokoh renaisans.[5] Reformasi Gereja berkembang dan memunculkan tokoh-tokoh reformer yaitu
Martin Luther (1483-1546), Johannes calvin (1509-1564), dan Bodin (1530-1596).
Pada tahun 1517 Martin Luther mengemukakan pokok-pokok pikiran sebagai
kritikan terhadap Gereja meliputi 95 dalil. Faktor lain dari munculnya Reformasi Gereja adalah keinginan untuk membebaskan diri
dari kepemimpinan Paus terhadap kehidupan beragama di negara-negara Eropa
TOKOH-TOKOH
1.
Martin Luther (1483-1546)
Luther
lahir pada tanggal 10 November 1483 di Eisleben, Jerman. Seorang tokoh yang
paling berpengaruh dalam gereja bahkan di kalangan Protestan setelah era
Reformasi di mana Luther merupakan salah satu tokoh utamanya. Luther membawa
pembaharuan besar di Jerman. Dalam persembunyian dia menerjemahkan Kitab Suci
Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman.[1]
Luther
membawa pembaharuan besar di Jerman pada masa itu. Dalam persembunyian
dia menerjemahkan Kitab Suci Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman. Ini
sangat penting sebagai sebuah pintu bagi perubahan dan kemerdekaan berpikir.
Selama 1500-an tahun, yang berhak membaca Kitab Suci hanya segelintir orang dan
yang berhak menafsirkannya hanya para petinggi gereja seperti Paus di Roma.
Penerjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman juga membawa pembaharuan tidak
hanya dalam kehidupan beragama tetapi juga dalam bidang non-agamis seperti seni
dan budaya.
2. Erasmus
Desiderius Roterodamus
Adalah seorang
humanis yang terkemuka dan merupakan perintis Reformasi. Karyanya edisi
perjanjian Baru diterbitkan pada tahun 1516 dalam Bahasa Yunani mendorong
reformasi Luther. Erasmus dilahirkan 27 oktober 1466. Ia tinggal dalam biara
Augustinus selama 5 tahun (1486-1491).[2] Pada waktu selama itu ia menulis sejumlah
puisi dan karangan prosa dan lain. Dalam tulisannya sudah tampak kritiknya pada
kekuasaan gereja.
Erasmus adalah
seorang tokoh yang berjasa bagi gerakan reformasi gereja yang dipimpin oleh
Luther. Luther menggunakan edisi baru bahasa Yunani yang dikeluarkan oleh
Erasamus. Erasamus juga mengeritik keburukan-keburukan yang ada di gereja dan
menasahati paus supaya mengambil tindakan-tindakan pembaharuan gereja. Hingga
tahun 1524 Erasamus bersimpati pada reformasi Luther.
3. Zwingli
Huldrych (atau Ulrich) Zwingli lahir di Swiss, 1 Januari 1484 adalah pemimpin Reformasi Swiss,
dan pendiri Gereja Reformasi Swiss.[3] Reformasi Zwingli didukung oleh
pemerintah dan penduduk Zürich, dan menyebabkan perubahan-perubahan
penting dalam kehidupan masyarakat, dan urusan-urusan negara di Zürich. Gerakan
ini, khususnya, dikenal karena tanpa mengenal kasihan menganiaya
kaum Anabaptis dan para pengikut Kristus lainnya yang mengambil sikap
tidak melawan. Reformasi menyebar dari Zürich ke lima kanton Swiss
lainnya, sementara yang lima lainnya berpegang kuat pada pandangan
iman Gereja Katolik. Zwingli terbunuh di Kappel am Albis, dalam sebuah
pertempuran melawan kanton-kanton Katolik.
4. John Calvin (1509-1564)
Yohanes Calvin atau John Calvin lahir di Noyon, Kerajaan Perancis, 10 Juli 1509 Swiss.
Ia adalah teolog Kristen terkemuka
pada masa Reformasi Protestan yang berasal dari Perancis.[4] Seorang pemimpin Reformasi Gerakan Gereja
di Swiss. Merupakan generasi kedua dalam jajaran pelopor dan pemimpin reformasi
gereja abad ke-16 peranannya sangat besar dalam gereja-gereja reformatoris.
Gereja-gereja yang mengikuti ajaran tata gereja yang digariskan Calvin
tersebar. Dikenal dengan gereja Calvinisme. Sebagai pelopor Reformasi Gereja, ia menyebarkan gagasan-gagasannya
tentang bagaimana Gereja Reformasi yang benar itu ke banyak bagian Eropa. Calvinisme menjadi
sistem teologi dari mayoritas Gereja Kristen di Skotlandia, Belanda,
dan bagian-bagian tertentu dari Jerman dan berpengaruh di Perancis, Hongaria khususnya di Transilvania dan Polandia.
5.
John Knox
Lahir sekitar tahun 1513 di Haddington. Ia belajar di Universitas St. Andrews lalu ditahbiskan menjadi imam Katolik tahun 1536 dan menjadi seorang notaris kepausan tahun 1540.[5] Ia adalah salah seorang tokoh yang
memengaruhi gerakan reformasi di Skotlandia.
Ia merupakan salah satu murid Calvin di Jenewa, sehingga pengaruh teologi Calvinis sangat
kental dalam dirinya. Menurut Knox, kekristenan dan kemerdekaan nasional harus
dapat ditemukan bersama, karena keduanya merupakan suatu pergumulan yang dapat
diselesaikan bersama.
6.
John
Wycliff
John Wycliffe lahir 1324 adalah seorang pengajar di Universitas Oxford, Inggris, yang dikenal sebagai filsuf, teolog,
pengkhotbah, penterjemah dan tokoh reformasi Kristen di Inggris.[6] Ia dikenal melalui karyanya menerjemahkan
Alkitab dari bahasa Latin ke dalam bahasa
Inggris pada tahun 1382, yang
dikenal sebagai "Alkitab Wycliffe". Karya inilah yang mempengaruhi
terjemahan-terjemahan Alkitab kemudian. Pada tahun 1371 doktrin-doktrin
Wycliffe mengenai kekayaan gereja dianggap cocok bagi pemerintah sekuler saat
itu, sebab gereja sangat kaya dan memiliki kurang lebih sepertiga dari seluruh
tanah di Inggris. Namun demikian, gereja masih menuntut kebebasan pajak dari pemerintah.
Doktrin-doktrin Wycliffe dipakai untuk memaksa
para rohaniawan yang segan membayar, sehingga dengan begitu pemerintah dapat
membiayai perang yang mahal melawan Prancis.
REVOLUSI INDUSTRI
Revolusi Industri merupakan periode antara tahun 1750-1850 di mana
terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur,
pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam
terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan akhirnya ke seluruh dunia.
Revolusi Industri menandai terjadinya titik balik besar
dalam sejarah dunia, hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh
Revolusi Industri, khususnya dalam hal peningkatan pertumbuhan penduduk dan
pendapatan rata-rata yang berkelanjutan dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Selama dua abad setelah Revolusi Industri, rata-rata pendapatan perkapita
negara-negara di dunia meningkat lebih dari enam kali lipat. Seperti yang dinyatakan
oleh pemenang Hadiah
Nobel, Robert
Emerson Lucas, bahwa:
"Untuk pertama kalinya dalam sejarah, standar hidup rakyat biasa mengalami
pertumbuhan yang berkelanjutan. Perilaku ekonomi yang seperti ini tidak pernah
terjadi sebelumnya".[1]
Inggris memberikan landasan hukum dan budaya yang
memungkinkan para pengusaha untuk merintis terjadinya Revolusi Industri.[2] Faktor kunci yang turut mendukung
terjadinya Revolusi Industri antara lain: (1) Masa perdamaian dan stabilitas
yang diikuti dengan penyatuan Inggris dan Skotlandia, (2) tidak ada hambatan dalam
perdagangan antara Inggris dan Skotlandia, (3) aturan hukum (menghormati
kesucian kontrak), (4) sistem hukum yang sederhana yang memungkinkan
pembentukan saham gabungan perusahaan (korporasi), dan (4) adanya pasar bebas
(kapitalisme).[3]
Sebab-sebab timbulnya Revolusi
Industri
Revolusi Industri untuk kali pertamanya muncul di
Inggris. Adapun faktor-faktornya yang menyebabkannya adalah sebagai berikut:
- Situasi politik yang stabil. Adanya Revolusi Agung tahun 1688 yang
mengharuskan raja bersumpah setia kepada Bill of Right sehingga raja
tunduk kepada undang-undang dan hanya menarik pajak berdasarkan atas
persejutuan parlemen.
- Inggris kaya bahan tambang, seperti batu bara,
biji besi, timah,
dan kaolin. Di
samping itu, wol juga yang sangat menunjang industri tekstil.
- Adanya penemuan baru di bidang teknologi yang dapat
mempermudah cara kerja dan meningkatkan hasil produksi, misalnya alat-alat
pemintal, mesin tenun, mesin uap, dan
sebagainya.
- Kemakmuran Inggris akibat majunya pelayaran dan
perdagangan sehingga dapat menyediakan modal yang besar untuk bidang
usaha. Di samping itu, di Inggris juga tersedia bahan mentah yang cukup
karena Inggris mempunyai banyak daerah jajahan yang menghasilkan bahan
mentah tersebut.
- Pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap
hasil-hasil penemuan baru (hak paten) sehingga mendorong kegiatan
penelitian ilmiah. Lebih-lebih setelah dibentuknya lembaga ilmiah Royal
Society for Improving Natural Knowledge maka perkembangan teknologi dan
industri bertambah maju.
- Arus urbanisasi yang besar akibat Revolusi Agraria di pedesaan
mendorong pemerintah Inggris untuk membuka industri yang lebih banyak agar
dapat menampung mereka.
Tahap Perkembangan
Industri
Pada akhir abad Pertengahan kota-kota di Eropa berkembang
sebagai pusat kerajinan dan perdagangan. Warga kota (kaum Borjuis) yang
merupakan warga berjiwa bebas menjadi tulang punggung perekonomian kota. Mereka
bersaing secara bebas untuk kemajuan dalam perekonomian. Pertumbuhan kerajinan
menjadi industri melalui beberapa tahapan, seperti berikut.
Sistem Domestik
Tahap ini dapat disebut sebagai tahap kerajinan rumah (home
industri). Para pekerja bekerja di rumah masing-masing dengan alat yang
mereka miliki sendiri. Bahkan, kerajinan diperoleh dari pengusaha yang setelah
selesai dikerjakan disetorkan kepadanya. Upah diperoleh berdasarkan jumlah
barang yang dikerjakan. Dengan cara kerja yang demikian, majikan yang memiliki
usaha hanya membayar tenaga kerja atas dasar prestasi atau hasil. Para majikan
tidak direpotkan soal tempat kerja dan gaji.
Manufaktur
Setelah kerajinan industri makin berkembang diperlukan
tempat khusus untuk bekerja agar majikan dapat mengawasi dengan baik cara
mengerjakan dan mutu produksinya. Sebuah manufaktur (pabrik) dengan puluhan
tenaga kerja didirikan dan biasanya berada di bagian belakang rumah majikan.
Rumah bagian tengah untuk tempat tinggal dan bagian depan sebagai toko untuk
menjual produknya. Hubungan majikan dengan pekerja (buruh) lebih akrab karena
tempat kerjanya jadi satu dan jumlah buruhnya masih sedikit. Barang-barang yang
dibuat kadang-kadang juga masih berdasarkan pesanan.
Sistem pabrik
Tahap sistem pabrik sudah merupakan industri yang
menggunakan mesin. Tempatnya di daerah industri yang telah ditentukan, bisa di
dalam atau di luar kota. Tempat tersebut untuk untuk tempat kerja, sedangkan
majikan tinggal di tempat lain. Demikian juga toko tempat pemasaran hasil
industri diadakah di tempat lain. Jumlah tenaganya kerjanya (buruhnya) sudah
puluhan, bahkan ratusan. Barang-barang produksinya dibuat untuk dipasarkan.
Berbagai jenis penemuan
Adanya penemuan teknologi baru, besar peranannya dalam
proses industrialisasi sebab teknologi baru dapat mempermudah dan mempercepat
kerja industri, melipatgandakan hasil, dan menghemat biaya. Penemuan-penemuan
yang penting, antara lain sebagai berikut.
- Kumparan terbang (flying shuttle) ciptaan John Kay (1733). Dengan alat ini
proses pemintalan dapat berjalan secara cepat.
- Mesin pemintal benang (spinning jenny)
ciptaan James Hargreves (1767) dan Richard
Arkwright (1769). Dengan alat ini hasilnya berlipat
ganda.
- Mesin tenun (merupakan penyempurnaan dari kumparan
terbang) ciptaan Edmund Cartwight (1785). Dengan
alat ini hasilnya berlipat ganda.
- Cottongin, alat pemisah biji kapas dari
serabutnya ciptaan Whitney (1794). Dengan alat ini
maka kebutuhan kapas bersih dalam jumlah yang besar dapat tercukupi.
- Cap selinder ciptaan Thomas Bell (1785). Dengan alat
ini kain putih dapat dilukisi pola kembang 200 kali lebih cepat jika
dibandingkan dengan pola cap balok dengan tenaga manusia.
- Mesin uap, ciptaan James Watt
(1769). Dari mesin uap ini dapat diciptakan berbagai peralatan besar yang
menakjubkan, seperti lokomotif
ciptaan Richard Trevethiek
(1804) yang kemudian disempurnakan oleh George Stepenson menjadi kereta
api penumpang. Kapal perang yang digerakkan dengan mesin uap diciptakan
olehRobert Fulton (1814). Mesin uap merupakan inti dari Revolusi Industri
sehingga James Watt sering dianggap sebagai Bapak Revolusi Industri I'.
Penemuan-penemuan baru selanjutnya, semakin lengkap dan menyempurnakan.
Hal ini merupakan hasil Revolusi Industri II dan III, seperti mobil,
pesawat terbang, industri kimia dan sebagainya.
Selain itu, Revolusi Industri merupakan masa perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan penemuan-penemuan baru, seperti
berikut :
- Tahun 1750 : Abraham Darby menggunakan batu
bara (cokes) untuk melelehkan besi untuk mendapatkan nilai besi yang lebih
sempurna.
- Tahun 1800 : Alessandro Volta penemu pertama
baterai
- Tahun 1802 : Symington menemukan kapal kincir.
- Tahun 1807 : Robert Fulton
membuat kapal api yang telah menggunakan baling-baling yang dapat
menggerakkan kapal. Kapal itu diberi nama Clermont yang mengarungi Lautan
Atlantik pertama kali. Kapal ini berangkat dari Paris dan berlabuh di New
York. Selanjutnya, Robert Fulton berhasil membuat kapal perang pertama
(1814) yang telah digerakkan oleh mesin uap.
- Tahun 1804 : Richard Trevethick
membuat kapal uap.
- Tahun 1832 : Samuel Morse
membuat telegraf.
- Tahun 1872 : Alexander Graham Bell membuat pesawat telepon.
- Tahun 1887 : Daimler membuat mobil.
- Tahun 1903 : Wilbur Wright
dan Orville Wright
membuat pesawat terbang
Akibat Revolusi Industri
Revolusi Industri mengubah Inggris menjadi negara
industri yang maju dan modern. Di Inggris muncul pusat-pusat industri, seperti Lancashire, Manchester, Liverpool, dan Birmingham. Seperti halnya revolusi yang lain,
Revolusi Industri juga membawa akibat yang lebih luas dalam bidang ekonomi,
sosial dan politik, baik di negeri Inggris sendiri maupun di negara-negara
lain.
Akibat di bidang ekonomi
Barang melimpah dan
harga murah
Revolusi Industri telah menimbulkan peningkatan usaha
industri dan pabrik secara besar-besaran melalui proses mekanisasi. Dengan
demikian, dalam waktu singkat dapat menghasilkan barang-barang yang melimpah.
Produksi barang menjadi berlipat ganda sehingga dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat yang lebih luas. Akibat pembuatan barang menjadi cepat, mudah, serta
dalam jumlah yang banyak sehingga harga menjadi lebih murah.
Perusahaan kecil gulung
tikar
Dengan penggunaan mesin-mesin maka biaya produksi menjadi
relatif kecil sehingga harga barang-barang pun relatif lebih murah. Hal ini
membawa akibat perusahaan tradisional terancam dan gulung tikar karena tidak
mampu bersaing.
Perdagangan makin
berkembang
Berkat peralatan komunikasi yang modern, cepat dan murah,
produksi lokal berubah menjadi produksi internasional. Pelayaran dan
perdagangan internasional makin berkembang pesat.
Transportasi semakin
lancar
Adanya penemuan di berbagai sarana dan prasarana
transportasi yang makin sempurna dan lancar. Dengan demikian, dinamika kehidupan
masyarakat makin meningkat.
Akibat di bidang sosial
Berkembangnya urbanisasi
Berkembangnya industrialisasi telah memunculkan kota-kota
dan pusat-pusat keramaian yang baru. Karena kota dengan kegiatan industrinya
menjanjikan kehidupan yang lebih layak maka banyak petani desa pergi ke kota
untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini mengakibatkan terabaikannya usaha kegiatan
pertanian.
Upah buruh rendah
Akibat makin meningkatnya arus urbanisasi ke kota-kota industri maka jumlah tenaga kerja makin melimpah. Sementara itu,
pabrik-pabrik banyak yang menggunakan tenaga mesin. Dengan demikian, upah
tenaga kerja menjadi murah. Selain itu, jaminan sosial pun berkurang sehingga
kehidupan mereka menjadi susah. Bahkan para pengusaha banyak memilih tenaga
buruh wanita dan anak-anak yang upahnya lebih murah.
Munculnya golongan
pengusaha dan golongan buruh
Di dalam kegiatan industrialisasi dikenal adanya kelompok
pekerja (buruh) dan kelompok pengusaha (majikan) yang memiliki industri atau
pabrik. Dengan demikian, dalam masyarakat timbul golongan baru, yakni golongan
pengusaha (kaum kapitalis) yang hidup penuh kemewahan dan golongan buruh yang
hidup dalam kemiskinan.
Adanya kesenjangan
antara majikan dan buruh
Dengan munculnya golongan pengusaha yang hidup mewah di
satu pihak, sementara terdapat golongan buruh yang hidup menderita di pihak
lain, maka hal itu menimbulkan kesenjangan antara pengusaha dan buruh. Kondisi
seperti itu sering menimbulkan ketegangan-ketegangan yang diikuti dengan
pemogokan kerja untuk menuntut perbaikan nasib. Hal ini menimbulkan kebencian
terhadap sistem ekonomi kapitalis, sehingga kaum buruh condong kepada paham
sosialis.
Munculnya revolusi
sosial
Pada tahun 1820-an terjadi huru hara yang ditimbulkan
oleh penduduk kota yang miskin dengan didukung oleh kaum buruh. Gerakan sosial
ini menuntut adanya perbaikan nasib rakyat dan buruh. Akibatnya, pemerintah
mengeluarkan undang-undang yang menjamin perbaikan nasib kaum buruh dan orang
miskin. Undang-undang tersebut, antara lain sebagai berikut:
- Tahun 1832 dikeluarkan Reform Bill atau Undang-Undang
Pembaharuan Pemilihan. Menurut undang-undang ini, kaum buruh mendapatkan
hak-hak perwakilan di dalam parlemen.
- Tahun 1833 dikeluarkan Factory Act atau Undang-Undang
Pabrik. Menurut undang-undang ini, kaum buruh mendapatkan jaminan sosial.
Di samping itu, undang-undang juga berisi larangan pengunaan tenaga kerja
anak-anak dan wanita di daerah tambang di bawah tanah.
- Tahun 1834 dikeluarkan Poor Law Act atau
Undang-Undang Fakir Miskin. Oleh karena itu, didirikan pusat-pusat
penampungan dan perawatan para fakir miskin sehingga tidak berkeliaran.
- Makin kuatnya sifat individualisme dan menipisnya
rasa solidaritas. Dengan adanya Revolusi Industri sifat individualitas
makin kuat karena terpengaruh oleh sistem ekonomi industri yang serba
uang. Sebaliknya, makin menipisnya rasa solidaritas dan kekeluargaan.
Akibat di bidang politik
Munculnya gerakan
sosialis
Kaum buruh yang diperlakukan tidak adil oleh kaum
pengusaha mulai bergerak menyusun kekuatan untuk memperbaiki nasib mereka.
Mereka kemudian membentuk organisasi yang lazim disebut gerakan sosialis.
Gerakan sosialis dimotivasi oleh pemikiran Thomas Marus yang menulis buku Otopia. Tokoh yang paling populer di
dalam pemikiran dan penggerak paham sosialis adalah Karl Marx dengan bukunya Das Kapital.
Munculnya partai politik
Dalam upaya memperjuangkan nasibnya maka kaum buruh terus
menggalang persatuan. Apalagi dengan makin kuatnya kedudukan kaum buruh di
parlemen mendorong dibentuknya suatu wadah perjuangan politik, yakni Partai Buruh. Partai ini berhaluan sosialis. Di
pihak pengusaha mengabungkan diri ke dalam Partai Liberal.
Munculnya imperialisme
modern
Kaum pengusaha/kapitalis umumnya mempunyai pengaruh yang
kuat dalam pemerintahan untuk melakukan imperialisme demi kelangsungan
industrialisasinya. Dengan demikian, lahirlah imperialisme modern, yaitu
perluasan daerah-daerah sebagai tempat pemasaran hasil industri, mencari bahan
mentah, penanaman modal yang surplus, dan tempat mendapatkan tenaga buruh yang
murah. Dalam hal ini, Inggris yang menjadi pelopornya.
Revolusi Oktober dalam lukisan The Bolshevik, karya Kustodiev.
REVOLUSI SOSIAL
Revolusi sosial merupakan suatu
doktrin diktator proletariat Trotskyisme
yang berasal dari Leon Trotsky[1]
yang juga dikenal sebagai paham dari Komunis
Internasional keempat[2]
terhadap struktur kelas
serta penciptaan aturan-aturan sosial
yang baru.[3]
Dalam suatu pergolakan, maka akan terbuka suatu zaman baru dalam kehidupan
masyarakat dikarenakan terjadinya transformasi yang luas dan fundamental.
Penyebab revolusi sosial
Skopcol
(1979), Taylor (1984),
dan Goldstone
(1986) merumuskan alasan-alasan terjadinya sebuah revolusi sosial.[3]
- Pertama, dikarenakan adanya kekuatan politik yang sangat
terpusat pada negara, maka para bermunculan kaum petinggi pemerintahan
yang sentralistis, misalnya sistem monarki Perancis sebelum tahun
1789, masa kekuasaan Tsar Rusia
sebelum 1917 dan rezim Kuomintang di Cina
sebelum 1949.[3]
Sistem ini menimbulkan kemarahan dan serangan kolektif.[3]
- Kedua, aliansi militer dengan rezim
yang mapan diperlemah, sehingga militer tidak lagi dapat menjadi sarana yang diandalkan untuk
menghancurkan kekacauan domestik.[3]
- Ketiga, krisis politik terjadi dan membuat rezim
yang ada menjadi tidak berdaya sehingga berujung pada kejatuhannya.[3]
Krisis ini diakibatkan lagi akan jatuhnnya militer. Contohnya adalah
kekalahan Cina oleh Jepang
dalam Perang Dunia II.[3]
- Keempat, lapisan penting masyarakat dikerahkan
untuk melakukan pemberontakan yang membawa kaum elit baru naik ke atas kursi
kekuasaan.[3] Revolusi
kaum petani biasanya
berasal dari pengambilalihan tanah oleh tuan tanah, peningkatan secara
mencolok pajak atau sewa tanah atau karena masalah kelaparan.[3]
Pemberontakan-pemberontakan masyarakat urban umumnya dipicu oleh naiknya
harga bahan-bahan konsumsi dan
tingginya angka pengangguran.[3]
Hubungannya dengan perubahan sosial
Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula
bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri.[6]
Lingkungan alam fisik
Terjadinya berbagai bencana alam menyebabkan masyarakat yang mendiami
daerah-daerah itu terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya.[6] Apabila mereka mendiami tempat yang
baru, mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru yang akan
mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga organisasi mereka.[6] Penyebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik kadang-kadang ditimbulkan oleh tindakan masyarakat itu sendiri.[6]
Perang
Peperangan dengan negara lain memicu
perubahan-perubahan karena negara yang menang akan memaksakan kebudayaannya
pada negara yang kalah.[6] Setelah Perang Dunia II banyak negara yang kalah mengalami
perubahan dalam lembaga kemasyarakatannya, contohnya Jerman dan Jepang.[6]
Kebudayaan masyarakat lain
Kebudayan yang disebarkan oleh bangsa lain dapat mengakibatkan revolusi.[6] Hubungan yang dilakukan secara fisik
antara dua kelompok masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh
timbal balik, yakni masing-masing masyarakat dapat memengaruhi masyarakat
lainnya.[6] Apabila pengaruh dari masyarakat
tersebut diterima tidak karena paksaan, hasilnya dinamakan demonstration effect.[6] Proses penerimaan pengaruh kebudayaan
asing di dalam antropologi budaya dinamakan akulturasi.[6] Apabila salah satu dari 2 kebudayaan
yang bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi, maka yang terjadi
adalah proses imitasi, yaitu peniruan terhadap unsur-unsur
kebudayaan lain
REVOLUSI PERANCIS
Revolusi Perancis (bahasa Perancis: Révolution
française;
1789–1799), adalah suatu periode sosial radikal dan pergolakan politik di Perancis yang memiliki dampak abadi terhadap sejarah Perancis, dan lebih luas lagi, terhadap Eropa secara keseluruhan. Monarki absolut yang telah memerintah Perancis selama
berabad-abad runtuh dalam waktu tiga tahun. Rakyat Perancis mengalami
transformasi sosial politik yang epik; feodalisme, aristokrasi, dan monarki mutlak diruntuhkan oleh kelompok politik
radikal sayap kiri, oleh massa di jalan-jalan, dan oleh masyarakat petani di perdesaan.[1] Ide-ide lama yang berhubungan dengan
tradisi dan hierarki monarki, aristokrat, dan Gereja Katolik digulingkan secara
tiba-tiba dan digantikan oleh prinsip-prinsip baru; Liberté, égalité, fraternité (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Ketakutan
terhadap penggulingan menyebar pada monarki lainnya di seluruh Eropa, yang
berupaya mengembalikan tradisi-tradisi monarki lama untuk mencegah
pemberontakan rakyat. Pertentangan antara pendukung dan penentang Revolusi
terus terjadi selama dua abad berikutnya.
Di tengah-tengah krisis keuangan yang melanda Perancis, Louis XVI naik takhta pada tahun 1774.
Pemerintahan Louis XVI yang tidak kompeten semakin menambah kebencian rakyat
terhadap monarki. Didorong oleh sedang berkembangnya ide Pencerahan dan sentimen radikal, Revolusi
Perancis pun dimulai pada tahun 1789 dengan diadakannya pertemuan Etats-Généraux pada bulan Mei. Tahun-tahun pertama
Revolusi Perancis diawali dengan diproklamirkannya Sumpah Lapangan Tenis pada bulan Juni oleh Etats Ketiga, diikuti dengan
serangan terhadap Bastille pada bulan Juli, Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara pada bulan Agustus, dan mars kaum wanita di Versailles yang memaksa istana kerajaan pindah
kembali ke Paris pada bulan Oktober. Beberapa tahun kedepannya, Revolusi
Perancis didominasi oleh perjuangan kaum liberal dan sayap kiri pendukung
monarki yang berupaya menggagalkan reformasi.
Sebuah
negara republik didirikan
pada bulan Desember 1792 dan Raja Louis XVI dieksekusi setahun kemudian. Perang
Revolusi Perancis
dimulai pada tahun 1792 dan berakhir dengan kemenangan Perancis secara
spektakuler. Perancis berhasil menaklukkan Semenanjung
Italia, Negara-Negara Rendah, dan sebagian besar wilayah di sebelah barat Rhine – prestasi terbesar Perancis selama berabad-abad.
Secara internal, sentimen radikal Revolusi berpuncak pada
naiknya kekuasaan Maximilien
Robespierre, Jacobin, dan kediktatoran virtual oleh Komite Keamanan Publik selama Pemerintahan
Teror dari tahun 1793
hingga 1794. Selama periode ini, antara 16.000 hingga 40.000 rakyat Perancis
tewas.[2] Setelah jatuhnya Jacobin dan
pengeksekusian Robespierre, Direktori mengambilalih kendali negara pada 1795 hingga 1799, lalu ia digantikan
oleh Konsulat di bawah pimpinan Napoleon
Bonaparte pada tahun
1799.
Revolusi Perancis telah menimbulkan dampak yang mendalam
terhadap perkembangan sejarah Modern. Pertumbuhan republik dan demokrasi liberal, menyebarnya sekularisme, perkembangan ideologi modern, dan penemuan gagasan perang total adalah beberapa warisan Revolusi
Perancis.[3] Peristiwa berikutnya yang juga
terkait dengan Revolusi ini adalah Perang
Napoleon, dua peristiwa
restorasi monarki terpisah; Restorasi Bourbon dan Monarki Juli, serta dua revolusi lainnya pada
tahun 1834 dan 1848 yang melahirkan Perancis modern.
Penyebab
Penyebab Revolusi Perancis Pemerintah
Perancis menghadapi krisis keuangan pada tahun 1780-an, dan Louis XVI dikritik karena
tidak mampu menangani masalah ini.
Sebagian besar sejarawan
berpendapat bahwa sebab utama Revolusi Perancis adalah ketidakpuasan terhadap Ancien
Régime. Lebih khusus, para sejarawan juga menekankan adanya
konflik kelas dari perspektif Marxis;
hal yang umum terjadi pada akhir abad ke-19. Perekonomian yang tidak sehat,
panen yang buruk, kenaikan harga pangan, dan sistem transportasi yang tidak
memadai adalah hal-hal yang memicu kebencian rakyat terhadap pemerintah.
Rentetan peristiwa yang mengarah ke revolusi dipicu oleh kebangkrutan
pemerintah karena sistem pajak yang buruk dan utang yang besar akibat
keterlibatan Perancis dalam berbagai perang besar. Upaya Perancis dalam
menantang Inggris –
kekuatan militer utama di dunia pada saat itu – dalam Perang Tujuh Tahun berakhir dengan
bencana, menyebabkan hilangnya jajahan Perancis di Amerika
Utara dan hancurnya Angkatan Laut Perancis. Tentara
Perancis dibangun kembali dan kemudian berhasil menang dalam Perang Revolusi Amerika,
namun perang ini sangat mahal dan secara khusus tidak menghasilkan keuntungan
yang nyata bagi Perancis. Sistem keuangan Perancis terpuruk dan kerajaan tidak
mampu menangani utang negara yang besar. Karena dihadapkan pada krisis keuangan
ini, raja lalu memanggil Majelis Bangsawan
pada tahun 1787, pertama kalinya selama lebih dari satu abad.
Pra-revolusi
Krisis keuangan
Karikatur Etats
Ketiga yang membawa Etats Pertama (pendeta) dan Etats Kedua
(bangsawan) di punggungnya.
Louis XVI naik takhta menjadi raja Perancis di
tengah-tengah krisis
keuangan; negara
sudah hampir bangkrut dan pengeluaran negara melebihi pendapatan.[6] Krisis ini terutama sekali disebabkan
oleh keterlibatan Perancis dalam Perang
Tujuh Tahun dan Perang
Revolusi Amerika.[7] Pada bulan Mei 1776, menteri keuangan
Turgot dipecat setelah ia gagal melaksanakan
reformasi keuangan. Setahun kemudian, seorang warga asing bernama Jacques Necker ditunjuk menjadi Bendahara Keuangan. Necker tidak bisa
menjadi menteri keuangan resmi karena ia adalah seorang Protestan.
Necker menyadari bahwa sistem pajak di Perancis sangat regresif; masyarakat kelas bawah dikenakan pajak yang lebih besar,[8] sementara kaum bangsawan dan pendeta
diberikan banyak pengecualian.[9] Necker beranggapan bahwa pembebasan
pajak untuk kaum bangsawan dan pendeta harus dikurangi, dan mengusulkan untuk
meminjam lebih banyak uang agar permasalahan keuangan negara bisa teratasi.
Necker menerbitkan sebuah laporan untuk mendukung anggapannya ini, yang
menunjukkan bahwa defisit negara menembus angka 36 juta livre. Necker juga
mengusulkan pembatasan kekuasaan parlement.[8]
Penyerbuan Bastille
Sementara itu, Necker semakin dimusuhi oleh keluarga
kerajaan Perancis karena dianggap memanipulasi opini publik secara
terang-terangan. Ratu Marie Antoinette, adik Raja Comte d'Artois, dan anggota konservatif lainnya dari
dewan privy mendesak Raja agar memecat Necker sebagai penasihat
keuangan. Pada 11 Juli 1789, setelah Necker menerbitkan laporan keuangan
pemerintah kepada publik, Raja memecatnya, dan segera merestrukturisasi
kementerian keuangan tidak lama berselang.[25]
Kebanyakan warga Paris menganggap bahwa tindakan Louis
secara tak langsung ditujukan pada Majelis dan segera memulai pemberontakan
terbuka setelah mereka mendengar kabar tersebut pada keesokan harinya. Mereka
juga khawatir terhadap banyaknya tentara – kebanyakan tentara asing –
yang ditugaskan untuk menutup Majelis Konstituante Nasional. Dalam sebuah
pertemuan di Versailles, Majelis bersidang secara non-stop untuk berjaga-jaga
jika nanti tempat pertemuan digusur secara tiba-tiba. Paris dengan cepat
dipenuhi oleh berbagai kerusuhan, kekacauan, dan penjarahan. Massa juga
mendapat dukungan dari beberapa Garda Perancis yang dipersenjatai dan dilatih sebagai tentara.[26]
Pada tanggal 14 Juli, para pemberontak mengincar sejumlah
besar senjata dan amunisi di benteng dan penjara Bastille, yang juga dianggap sebagai simbol kekuasaan
monarki. Setelah beberapa jam pertempuran, benteng jatuh ke tangan pemberontak
pada sore harinya. Meskipun terjadi gencatan senjata untuk mencegah pembantaian
massal, Gubernur Marquis Bernard de Launay dipukuli, ditusuk, dan dipenggal, kepalanya diletakkan
di ujung tombak dan diarak ke sekeliling kota. Walaupun hanya menahan tujuh
tahanan (empat pencuri, dua bangsawan yang ditahan karena tindakan tak
bermoral, dan seorang tersangka pembunuhan), Bastille telah menjadi simbol
kebencian terhadap Ancien Régime. Di Hôtel
de Ville (balai
kota), massa menuduh prévôt des marchands (setara dengan wali kota) Jacques de Flesselles sebagai pengkhianat, dan membantainya.[27]
Raja Louis yang khawatir dengan tindak kekerasan
terhadapnya mundur untuk sementara waktu. Marquis
de la Fayette
mengambilalih komando Garda Nasional di Paris. Jean-Sylvain Bailly, presiden Majelis pada saat Sumpah Lapangan Tenis, menjadi wali kota di bawah struktur pemerintahan baru
yang dikenal dengan komune. Raja mengunjungi Paris pada tanggal
17 Juli dan menerima sebuah simpul pita triwarna, diiringi dengan teriakan Vive la
Nation ("Hidup Bangsa") dan Vive le Roi ("Hidup
Raja").[28]
Necker kembali menduduki jabatannya, namun kejayaannya
berumur pendek. Necker memang seorang ahli keuangan yang cerdik, namun sebagai
politisi, ia kurang terampil. Necker dengan cepat kehilangan dukungan rakyat
setelah menuntut amnesti umum.[29]
Setelah kemenangan Majelis, situasi di Perancis masih
tetap memburuk. Kekerasan dan penjarahan terjadi di seantero negeri. Kaum
bangsawan yang mengkhawatirkan keselamatan mereka berbondong-bondong pindah ke
negara tetangga. Dari negara-negara tersebut, para émigré ini
mendanai kelompok-kelompok kontra-revolusi di Perancis dan mendesak monarki
asing untuk memberikan dukungan pada kontra-revolusi.[30]
Pada akhir Juli, semangat kedaulatan rakyat telah menyebar di seluruh Perancis. Di daerah pedesaan,
rakyat jelata mulai membentuk milisi dan mempersenjatai diri melawan invasi
asing: beberapa di antaranya menyerang châteaux kaum
bangsawan sebagai bagian dari pemberontakan agraria umum yang dikenal dengan "la
Grande Peur" ("Ketakutan Besar"). Selain itu, rumor liar dan paranoia kolektif
menyebabkan meluasnya kerusuhan dan kekacauan sipil yang berkontribusi terhadap
runtuhnya hukum dan kacaunya ketertiban.[31]
REVOLUSI AMERIKA
Perang Revolusi Amerika Serikat (1775–1783), Perang Kemerdekaan
Amerika Serikat,[8] atau Perang Revolusi saja di
Amerika Serikat, berawal sebagai sebuah perang antara Kerajaan
Britania Raya dan Amerika Serikat yang baru berdiri, namun perlahan
menjadi perang global antara Britania di satu sisi dan Amerika Serikat, Perancis, Belanda, dan Spanyol di sisi lainnya. Perang ini
dimenangkan oleh Amerika Serikat dengan hasil yang bercampur dengan kekuatan
lainnya.
Perang ini merupakan akibat dari Revolusi Amerika Serikat. Para kolonis bangkit karena Undang-Undang Stempel 1765 yang dikeluarkan Parlemen
Britania Raya tidak
konstitusional. Parlemen Britania menegaskan bahwa mereka punya hak untuk
memberlakukan pajak pada para kolonis. Kolonis mengklaim bahwa karena mereka penduduk Britania, perpajakan tanpa perwakilan rakyat dianggap ilegal. Kolonis Amerika
Serikat membentuk Kongres
Kontinental yang
bersatu dan pemerintahan bayangan di setiap koloni, meski pada awalnya masih
setia kepada Raja. Pemboikotan Amerika Serikat terhadap teh Britania yang
terkena pajak mendorong terjadinya peristiwa Pesta Teh Boston tahun 1773, yang merupakan
penghancuran muatan teh kapal Britania. London menanggapinya dengan mengakhiri
pemerintahan mandiri di Massachusetts dan meletakkannya di bawah kendali
pasukan Britania dengan Jenderal Thomas Gage sebagai gubernurnya. Pada bulan April 1775, Gage
mengetahui bahwa persenjatan sedang dikumpulkan di Concord, dan ia mengirimkan tentara BRitania untuk merampas dan
menghancurkannya.[9] Milisi lokal melawan para tentara dan melakukan baku tembak
(lihat Pertempuran Lexington dan Concord). Setelah berulang kali meminta raja Britania ikut
campur dalam parlemen, semua keputusan damai berakhir ketika Kongres dicap pengkhianat melalui dekrit raja, dan mereka
menanggapinya dengan mendeklarasikan kemerdekaan sebuah bangsa berdaulat yang baru, Amerika Serikat, pada
tanggal 4 Juli 1776. Kaum Loyalis Amerika Serikat menolak Deklarasi ini dan berpihak pada Raja; mereka diasingkan dari
kekuasaan di mana-mana. Upaya Amerika Serikat untuk memperluas pemberontakan
ini hingga Quebec dan Florida tidak berhasil.
Perancis, Spanyol, dan Republik Belanda diam-diam memberi persediaan, amunisi, dan senjata kepada kaum revolusioner dimulai
tahun 1776. Pada Juni 1776, Amerika Serikat berhasil mengendalikan setiap
negara bagian secara penuh, tetapi kemudian Angkatan Laut Kerajaan Britania
menduduki New York City dan menjadikannya pangkalan utama mereka. Perang ini
segera buntu. Angkatan Laut kerajaan dapat menduduki kota-kota pesisir lainnya
dalam waktu singkat, tetapi pemberontak mengendalikan wilayah pedesaan yang
dihuni 90 persen populasi AS. Strategi Britania bergantung pada mobilisasi milisi Loyalis
dan tidak pernah terwujud. Serbuan Britania dari Kanada pada tahun 1777
berakhir dengan penaklukan pasukan Britania pada Pertempuran Saratoga. Kemenangan Amerika Serikat ini mendorong Perancis memasuki perang secara terbuka pada awal 1778,
sehingga menyeimbangkan kekuatan militer kedua belah pihak. Spanyol dan Republik Belanda—sekutu Perancis—juga berperang dengan
Britania selama empat tahun ebrikutnya, mengancam invasi ke Britania Raya dan menguji kekuatan militer Britania dengan
serangkaian kampanye di Eropa. Keterlibatan Spanyol berujung pada penarikan pasukan Britania dari Florida Barat, sehingga mengamankan wilayah selatan Amerika Serikat.
Kemenangan mutlak angkatan laut Britania pada Pertempuran Saintes menggagalkan rencana Perancis dan Spanyol untuk mengusir
Britania dari Karibia, dan upaya gabungan Perancis-Spanyol untuk menduduki
pertahanan Britania di Gibraltar juga berakhir dengan kekalahan yang
sama.
Keterlibatan Perancis terbukti berhasil[10] meski mahal, sehingga mengacaukan
ekonomi Perancis dan mendorong negara ini ke jurang utang yang sangat besar.[11] Kemenangan angkatan laut Perancis di Chesapeake berujung pada pengepungan oleh
pasukan gabungan Perancis dan Kontinental yang memaksa pasukan Britania kedua
menyerah di Yorktown,
Virginia tahun 1781.
Pertempuran terus berlanjut sepanjang tahun 1782, sementara perundingan
perdamaian dimulai.
Pada tahun 1783, Traktat
Paris mengakhiri
perang dan mengakui kedaulatan Amerika Serikat atas teritori yang secara kasar
dikelilingi oleh wilayah yang saat ini menjadi Kanada di utara, Florida di selatan, dan Sungai
Mississippi di barat.[12][13] Perdamaian dalam tingkat
internasional disetujui yang diikuti serangkaian pertukaran teritori.
LATAR BELAKANG REVOLUSI AMERIKA
Pada perkembangannya hampir selutuh wilayah amerika
utara menjadi daerah kolonial inggris.Berkembang dan berdiri
sendiri-sendiri.Namun,dalam beberapa hal mereka bekerja sama yaitu bidang
perdagangan,pelayaran,produksi barang, dan pengadaan mata uang.
Ketegangan-ketegangan antara inggris dengan
daerah-daerah koloni akhrirnya menjadi pemicu meletusnya perang kemerdekaan
amerika.Adapun faktor utanma penyebab terjadinya perang kemerdekan amerika
sebagai berikut:
- Timbulnya
Paham Kebebasan Dalam Bidang Politik
- Timbulnya
paham kebebasan dalam bidang perdagangan
- Dikeluarkannya
undang-undang pajak yang ditentang oleh kaum koloni
- Peristiwa
the boston tea party
PENGARUH REVOLUSI
AMERIKA TERHADAP BANGSA INDONESIA
DECLARATION OF
INDEPENDENCE
demokrasi.Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia
dan pemerintahan rakyat kemudian diikuti oleh bangsa-bangsa lain.Dalam proses
selanjutnya,kemudian lahir beberapa naskah yang berisi tentang hak asasi
manusia,seperti
- Declaration
des droits the I’homme et du citoyen (Pernyataan hak-hak manusia dan warga
negara,1789), suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi prancis
sebagai perlawanan tarhadap kesewenangan dari rezim lama.
- Bill of
right(Undang-undang hak),suatu naskah yang disusun oleh rakyat amerika
pada tahun 1789 (sama tahunnya dengan deklarasi prancis),dan yang menjadi
bagian dari undang-undang dasar pada tahun 1791.
- The
four fredoms of F.D.Roosevelt.Rumusan ini dikemukakan oleh presiden
amerika serikat,franklin d. roosevelt pada permulaan perang dunia II
(tahun 1941).Hak-hak yang disebut oleh presiden roosevelt meliputi freedom
of speech (Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat), Freedom of
region (Kebebasan beragama),Freedom from fear (Kebebasan dari
ketakutan),dan Freedom from want (Kebebasan dari kemelaratan)
- Universal
Declaration of human rights (Pernyataan sedunia tentang hak-hak
manusia)1948 oleh negara-negara yang tergabung dalam Periserikatan
bangsa-bangsa.
REVOLUSI RUSIA
Revolusi Rusia 1917 adalah sebuah gerakan
politik di Rusia yang memuncak pada 1917
dengan penggulingan pemerintahan provinsi yang telah mengganti sistem Tsar
Rusia, dan menuju ke pendirian Uni
Soviet, yang berakhir sampai keruntuhannya pada 1991.
Revolusi ini dapat dilihat dari dua fase berbeda:
- Yang
pertama adalah Revolusi Februari 1917, yang mengganti otokrasi
Tsar Nikolai II
Russia, Tsar
Russia yang efektif terakhir, dan mendirikan republik liberal.
- Fase
kedua adalah Revolusi Oktober yang diinspirasikan oleh Vladimir Lenin dari partai Bolshevik, memegang kuasa dari Pemerintahan Provinsi.
Revolusi kedua ini memiliki efek yang sangat luas, memengaruhi daerah kota
dan pedesaan. Meskipun banyak kejadian bersejarah terjadi di Moskwa dan Saint Petersburg, ada juga gerakan di pedesaan
di mana rakyat jelata merebut dan membagi tanah
Pengaruh Revolusi Rusia
Revolusi Rusia telah berhasil menumbangkan kekuasaan Tsar
Nicholas II yang memerintah secara diktator.
Rakyat Rusia
yang merasakan kehidupan di berbagai bidang akibat kediktatoran Tsar Nicholas
II, akhirnya berhasil menghimpun kekuatan dan menentang kekuasaannya dalam
bentuk revolusi.
Revolusi Rusia telah berhasil menumbangkan kediktatoran Rusia. Di samping itu,
Revolusi Rusia yang berpaham komunis
akhirnya berhasil mengubah haluan negara tersebut ke arah negara komunis.
Seperti revolusi-revolusi lain, Revolusi Rusia juga membawa dampak baik bagi
Rusia sendiri maupun bagi negara-negara di kawasan di dunia termasuk Indonesia.
Pengaruh Revolusi Rusia terhadap perkembangan pergerakan nasional di Indonesia
tampak jelas dengan berkembangan paham Marxis
yang kemudian melahirkan Partai Komunis Indonesia. Benih-benih Marxisme dibawa
masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda
yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar Marxisme inilah pada tanggal 9 Mei
1914 di Semarang,
Sneevliet bersama-sama dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma
berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV).
Sneevliet kemudian melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam
tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan
sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV. Dengan cara ini Sneevliet
dan kawan-kawannya telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI, lebih-lebih
setelah berhasil mempengaruhi beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono.
Akibatnya, SI Cabang Semarang yang sudah berada dibawah pengaruh ISDV semakin
jelas warna Marxismenya sehingga menyebabkan perpecahan dalam tubuh SI. Pada
tahun 1919 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan
Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia.
Dengan demikian, Revolusi Prancis, Revolusi Amerika, dan Revolusi Rusia
berpengaruh terhadap munculnya pergerakan nasional Indonesia. Bedanya, jika
Revolusi Prancis dan Revolusi Amerika berpengaruh terhadap munculnya organisasi
pergerakan nasional yang berpaham nasional dan demokratis. Sebaliknya, Revolusi
Rusia berpengaruh terhadap munculnya organisasi pergerakan yang berpaham
komunis.
REVOLUSI CINA
LATAR BELAKANG
Revolusi Cina 1911 dan Cina dalam perang dunia I
terjadi karena timbulnya nasionalisme Cina. Dengan adanya penyelewengan dan
kelemahan dinasti Manchu. Dinasti Manchu merupakan pemerintahan asing sebab
bangsa Manchu bukan penduduk asli Cina. Dinasti Manchu memerintah secara
feodal, memperbudak rakyat Cina. Sesudah kaisar besar dari Manchu meninggal
dunia, lenyap pulalah masa kemakmuran Cina. Dengan terjadinya perebutan
kekuasaan diantara putra-putra kaisar. Adanya kekacauan di Cina terwujud dalam
peperangan dan diahkiri dengan perjanjian- perjanjian yang banyak
merugikan Cina. Sebagai tokoh pahlawan nasional nama Sun Yat Sen tercatat dalam
sejarah dan sekaligus pemimpin revolusi Cina. Tokoh inilah yang membawa
perubahan sangat besar karena dengan adanya Sun Yat Sen segalanya berubah
menjadi baik. Semisal, Sistem pemerintahnya komunis menjadi demokrasi karena
komunisme sebetulnya tidak cocok dengan kepribadian bangsa cina. Hal lainya
adalah meredanya pertempuran, serta yang paling berarti adalah kemerdekaan Cina
karena telah menumbangkan dinasti Manchu karena dinasti inilah penyebab
terjadinya perang disebabkan sistem pemerintahanya yang dinilai salah
oleh kaum Revolusioner
. Juga pada masa revolusi Cina juga terjadi
penyatuan 5 suku bangsa yang ada di Cina, hal inilah yang sebetulnya membawa
perdamaian di Cina, yang mana secara resmi diresmikan tanggal 10 oktober
Revolusi Xinhai atau Hsinhai Revolution (Tionghoa: 辛亥革命; pinyin: Xīnhài Gémìng), juga dikenal sebagai Revolusi
1911 atau Revolusi China, dimulai dengan Pemberontakan Wuchang pada 10 Oktober 1911 dan berakhir ketika Kaisar Puyi turun takhta pada 12 Februari 1912. Kelompok utama yang berseteru adalah pasukan Kerajaan dari Dinasti Qing dengan pasukan revolusi
"Revolutionary Alliance (Tongmenghui). Revolusi ini dinamakan begitu karena 1911 merupakan
Tahun Xinhai dalam putaran sexagenary di kalendar China.
Sekarang ini, Revolusi Xinhai diperingati sebagai Hari Sepuluh Kembar di Taiwan. Di China daratan, Hong Kong, dan Macau hari yang sama diperingati sebagai Perayaan Revolusi Xinhai.
Banyak overseas Chinese juga merayakan hari ini dan biasanya diadakan di
kota China di seluruh dunia.
REVOLUSI NASIONAL INDONESIA
Revolusi Nasional
Indonesia
adalah sebuah konflik bersenjata
dan pertentangan diplomasi antara Republik Indonesia yang baru lahir melawan Kerajaan Belanda yang dibantu oleh pihak Sekutu, diwakili oleh Inggris.
Rangkaian peristiwa ini terjadi mulai dari proklamasi
kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Kerajaan Belanda pada 29 Desember 1949. Meskipun demikian, gerakan revolusi itu sendiri
telah dimulai pada tahun 1908, Latar belakang
Pergerakan nasionalis untuk mendukung kemerdekaan
Indonesia dari Kerajaan
Belanda, seperti Budi Utomo, Partai
Nasional Indonesia, Sarekat Islam dan Partai
Komunis Indonesia
tumbuh dengan cepat di pertengahan abad ke-20. Budi Utomo, Sarekat Islam dan gerakan nasional lainnya
memprakarsai strategi kerja sama dengan mengirim wakil mereka ke Volksraad (dewan rakyat) dengan harapan Indonesia
akan diberikan hak memerintah diri sendiri tanpa campur tangan Kerajaan Belanda.[4] Sedangkan gerakan nasionalis lainnya
memilih cara nonkooperatif dengan menuntut kebebasan pemerintahan Indonesia
sendiri dari Belanda. Pemimpin gerakan nonkooperatif ini
adalah Soekarno dan Mohammad Hatta, dua orang mahasiswa nasionalis yang
kelak menjadi presiden dan wakil
presiden pertama.[5] Pergerakan ini dimudahkan dengan
adanya kebijakan Politik
Etis yang dijalankan
oleh Belanda.
Pendudukan Indonesia oleh Jepang selama tiga setengah tahun masa Perang
Dunia Kedua merupakan
faktor penting untuk revolusi berikutnya. Belanda hanya memiliki sedikit
kemampuan untuk mempertahankan penjajahan di Hindia Belanda. Hanya dalam waktu
tiga bulan, Jepang berhasil menguasai Sumatera. Jepang kemudian berusaha untuk
mengambil hati kaum nasionalis dengan menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia
dan mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik. Ini menimbulkan
lahirnya organisasi-organisasi perjuangan di seluruh negeri.[6]
Ketika Jepang berada di ambang kekalahan perang, Belanda
kembali untuk merebut kembali bekas koloni mereka. Pada 7 September 1944, Perdana
Menteri Jepang Kuniaki Koiso menjanjikan kemerdekaan kepada
Indonesia, walaupun tidak menetapkan tanggal resmi.[7]
Proklamasi kemerdekaan
Proklamasi dan pembentukan
pemerintahan
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini
menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal - hal jang mengenai pemindahan
kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo
jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen '45
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
Pada akhir bulan Agustus 1945, pemerintahan
republikan telah berdiri di Jakarta. Kabinet Presidensial dibentuk, dengan
Soekarno sendiri sebagai ketuanya. Hingga pemilihan umum digelar, Komite Nasional Indonesia Pusat dibentuk untuk
membantu Presiden dan bertindak hampir sebagai badan legislatif. Komite serupa
juga dibentuk di tingkat provinsi dan kabupaten. Mendengar berita pembentukan
pemerintah pusat di Jakarta, beberapa raja menyatakan
menggabungkan diri dengan Indonesia. Sementara beberapa lainnya belum
menyatakan sikap atau menolak mentah-mentah, terutama yang pernah didukung oleh
pemerintah Belanda.[8]
Pengibaran bendera Merah
Putih setelah pembacaan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945
Khawatir Belanda akan berusaha merebut kembali kekuasaan
di Indonesia, pemerintah yang baru dibentuk tersebut dengan cepat menyelesaikan
persoalan administrasi. Saat itu, pemerintahan masih sangat terpusat di pulau
Jawa, sementara kontak ke luar pulau masih sangat sedikit.[9] [10] Pada 14 November 1945, Sutan Sjahrir menjadi perdana menteri pertama mengetuai kabinet Sjahrir I.
Beberapa minggu setelah Jepang menyerah, Giyugun dan Heiho dibubarkan oleh pemerintah
Jepang. Struktur komando dan keanggotaan PETA dan Heiho pun hilang. Karena itu,
pasukan republikan yang mulai tumbuh di bulan September, tetapi lebih banyak
berupa kelompok-kelompok kecil milisi pemuda yang tidak terlatih, yang biasanya
dipimpin oleh seorang pemimpin karismatik.[8] Ketiadaan struktur militer yang patuh
pada pemerintah pusat menjadi masalah utama revolusi kala itu.[3] Dalam masa awal pembentukan struktur
militer, perwira Indonesia yang dilatih Jepang mendapat pangkat yang lebih
tinggi dibanding perwira yang dilatih oleh Belanda. Pada 12 November 1945,
dalam sebuah konferensi antar panglima-panglima divisi militer di Yogyakarta
seorang mantan guru sekolah berumur 30 tahun bernama Sudirman terpilih menjadi panglima Tentara Keamanan Rakyat, bergelar "Panglima Besar".[11]
Euforia revolusi
Tan Malaka, salah satu pejuang revolusi yang
berjuang bersama gerakan bawah tanah.
Sebelum berita tentang, proklamasi kemerdekaan Indonesia menyebar ke pulau-pulau lain, banyak masyarakat
Indonesia yang jauh dari ibu kota Jakarta tidak percaya. Saat berita mulai
menyebar, banyak dari orang Indonesia datang untuk menyatakan diri mereka
sebagai pro-republik, dan suasana revolusi menyapu seluruh negeri.[12] Kekuatan luar di dalam negeri telah
menyingkir, seminggu sebelum tentara Sekutu masuk ke Indonesia, dan Belanda
telah mulai melemah kekuatannya dikarenakan perang. Disisi lain, pasukan
Jepang, sesuai dengan ketentuan diminta untuk menyerah dan meletakkan senjata,
da juga menjaga ketertiban umum.
kevakuman kekuasaan selama berminggu-minggu setelah Jepang
menyerah menciptakan suasana ketidakpastian di dalam politik Indonesia saat
itu, tetapi hal ini menjadi suatu kesempatan bagi rakyat.[13] Banyak pemuda Indonesia bergabung
dengan kelompok perjuangan pro-republik dan laskar-laskar. Laskar-laskar yang
paling terorganisir antara lain kelompok PETA dan Heiho yang dibentuk oleh Jepang. Namun pada
saat itu laskar-laskar rakyat berdiri sendiri dan koordinasi perjuangan cukup
kacau. Pada minggu-minggu pertama, tentara Jepang menarik diri dari daerah
perkotaan untuk menghindari konfrontasi dengan rakyat.[14]
Pada bulan September 1945, pemerintah republik yang
dibantu laskar rakyat telah mengambil alih kendali atas infrastruktur-infrastruktur
utama, termasuk stasiun kereta
api dan trem di kota-kota besar di Jawa.[14] Untuk menyebarkan pesan-peasn
revolusioner, para pemuda mendirikan stasiun radio dan koran, serta grafiti
yang penuh dengan sentimen nasionalis. Di sebagian besar pulau-pulau di
Indonesia, komite perjuangan dan laskar-laskar milisi dibentuk.[15] Koran kaum republik dan jurnal-jurnal
perjuangan terbit di Jakarta, Yogyakarta dan Surakarta, yang betujuan memupuk generasi
penulis yang dikenal sebagai Angkatan 45.[14]
Para pemimpin republik berjuang untuk menyatukan sentimen
yang menyebar di masyarakat, karena ada beberapa kelompok yang menginginkan
revolusi fisik, dan yang lain lebih memilih menggunakan cara pendekatan damai.
Beberapa pemimpin seperti Tan Malaka dan pemimpin kiri lainnya menyebarkan
gagasan bahwa revolusi harus dipimpin oleh para pemuda. Soekarno dan Hatta,
sebaliknya, lebih tertarik dalam perencanaan sebuah pemerintahan dan
lembaga-lembaga negara untuk mencapai kemerdekaan melalui diplomasi.[15] Massa pro-revolusi melakukan
demonstrasi di di kota-kota besar, salah satunya dipimpin Tan Malaka di Jakarta
dan diikuti lebih dari 200,000 orang. Tetapi aksi ini yang akhirnya berhasil
dipadamkan oleh Soekarno-Hatta, karna mengkhawatirkan pecahnya aksi-aksi
kekerasan.
Pada September 1945, banyak pemuda Indonesia yang
menyatakan diri "siap mati untuk kemerdekaan 100%" karna tidak dapat
menahan kesabaran mereka. Pada saat itu, penculikan kaum "nonpribumi"
- interniran Belanda, orang-orang Eurasia, Maluku dan Tionghoa - sangat umum terjadi, karena mereka
dianggap sebagai mata-mata. Kekerasan menyebar dari seluruh negeri, sementara
pemerintah pusat di Jakarta terus menyerukan kepada para pemuda agar dapat
tenang. Namun, pemuda yang mendukung perjuangan bersenjata memandang pimpinan
yang lebih tua sebagai para "pengkhianat revolusi", yang pada
akhirnya sering menyebabkan meletusnya konflik internal di kalangan masyarakat
sipil.[16]
Tindakan Sekutu
Pihak Belanda menuduh Soekarno dan Hatta
berkolaborasi dengan Jepang dan mencela bahwa kemerdekaan
Indonesia merupakan hasil dari fasisme Jepang. Pemerintahan Hindia Belanda telah menerima sepuluh juta
dolar dari Amerika Serikat untuk mendanai usaha pengembalian
Indonesia sebagai jajahan mereka kembali.[17]
Pendudukan kembali
Seorang prajurit dari
resimen bersenjata asal India menyita sebuah tank milik kaum nasionalis, yang tertinggal setelah pertempuran di Surabaya.
Meskipun begitu, situasi Belanda pada saat itu lemah
setelah diamuk Perang
Dunia Kedua di Eropa
dan baru bisa mengatur kembali militernya pada awal 1946. Jepang dan kekuatan
sekutu lainnya enggan menjadi pelaksana tugas pemerintahan di Indonesia.[15] Sementara Amerika Serikat sedang fokus bertempur di kepulauan Jepang, Indonesia
diletakkan di bawah kendali seorang laksamana dari Angkatan Laut Britania Raya, Laksamana Earl Louis Mountbatten, Panglima Tertinggi Sekutu untuk Komando Asia Tenggara. Enklaf-enklaf Sekutu muncul di Kalimantan, Morotai, dan beberapa bagian di Irian Jaya; para pegawai sipil Belanda telah
kembali ke daerah-daerah tersebut.[10] Di area yang dikuasa angkatan laut
Jepang, kedatangan pasukan Sekutu segera saja menghentikan aksi-aksi
revolusioner, dimana tentara Australia (diikuti pasukan Belanda dan
pegawai-pegawai sipilnya), dengan cepat menguasai daerah-daerah yang sebelumnya
dikuasai Jepang, kecuali Bali dan Lombok.[18] Karena tidak adanya perlawanan
berarti, dua divisi tentara Australia dengan mudah menguasai beberapa daerah di
bagian Timur Indonesia.
Inggris ditugaskan untuk mengatur kembali jalannya
pemerintahan sipil di Jawa. Belanda mengambil kesempatan ini untuk menegakkan
kembali pemerintahan kolonial lewat NICA dan terus mengklaim kedaulatan atas Indonesia.[15]. Meskipun begitu, tentara Persemakmuran belum mendarat di Jawa sampai
September 1945. Tugas mendesak Lord Mountbatten adalah pemulangan 300,000 orang
Jepang dan membebaskan para tawanan perang. Ia tidak ingin (dan tidak berdaya)
untuk memperjuangakan pengembalian Indonesia pada Belanda.[19]. Tentara Inggris pertama kali
mendarat di Medan, Padang, Palembang, Semarang dan Surabaya pada bulan Oktober. Dalam usaha
menghindari bentrokan dengan orang-orang Indonesia, komandan pasukan Inggris
Letjen Sir Philip
Christison, mengirim
para prajurit Belanda yang dibebaskan ke Indonesia Timur, dimana pendudukan
kembali Belanda berlangsung mulus.[18]. Tensi memuncak saat tentara Inggris
memasuki Jawa dan Sumatera; bentrokan pecah antara kaum republikan melawan para
"musuh negara", seperti tawanan Belanda, KNIL, orang Tionghoa, orang-orang Indo dan warga sipil Jepang.[18]
Perjuangan militer dan diplomasi
Perjanjian Linggarjati
Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain
untuk memecah halangan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mook dalam perundingan baru dengan
wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan di bulan
Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus Inggris, Lord Killearn. Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami tekanan berat
-terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal 15 November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut :
- Belanda mengakui secara de facto Republik
Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa
dan Madura. Belanda
harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari
1949,
- Republik Indonesia dan Belanda akan
bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu
bagiannya adalah Republik Indonesia
- Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan
membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi
komponennya. Sebuah Majelis Konstituante didirikan, yang terdiri dari
wakil-wakil yang dipilih secara demokratis dan bagian-bagian komponen lain.
Indonesia Serikat pada gilirannya menjadi bagian Uni Indonesia-Belanda bersama dengan Belanda, Suriname dan Curasao. Hal ini akan memajukan
kepentingan bersama dalam hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan
masalah ekonomi serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan diri
sebagai anggota PBB. Akhirnya setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan
ini akan diselesaikan lewat arbitrase.
Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke
pedalaman dua hari kemudian, pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung pemarafan secara resmi Perundingan
Linggarjati.
Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan yang memungkinkan tercapainya
persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan rancangan, dan yang
bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.
Agresi Militer Belanda I
Pada tengah malam 20 Juli 1947, Belanda meluncurkan
serangan militer yang disebut sebagai Agresi
Militer Belanda I (Operatie
Product), dengan tujuan utama menghancurkan kekuatan republikan. Aksi
militer ini melanggar perjanjian Linggarjati, dan dianggap pemerintah belanda
sebagai aksi
polisionil untuk
penertiban dan penegakkan hukum. Pasukan Belanda berhasil memukul pasukan
Republikan dari Sumatera serta Jawa Barat dan Jawa Timur. Republikan kemudian
memindahkan pusatnya ke Yogyakarta. Pasukan Belanda juga menguasai perkebunan
di Sumatera, installasi minyak dan batu bara, serta pelabuhan-pelabuhan besar
di Jawa.
A Dutch military column
during Operation Product
Negara-negara lain bereaksi negatif terhadap aksi Belanda
ini. Australia, India, Uni Soviet, dan Amerika Serikat segera mendukung
Indonesia. Di Australia, misalnya, kapal berbendera Belanda diboikot mulai
bulan September 1945. Dewan keamanan PBB mulai bertindak aktif dengan membentuk
Komisi Tiga Negara untuk mendorong negosiasi. PBB kemudian mengeluarkan
resolusi untuk gencatan senjata. Pada saat aksi militer ini terjadi, tepatnya
pada 9 Desember 1947, Pasukan Belanda membantai
banyak warga sipil di
Desa Rawagede (saat ini wilayah Balongsari di Karawang, Jawa Barat.
Kekacauan internal
Beberapa kekacauan internal terjadi di pihak Indonesia
selama terjadinya revolusi, antara lain:
Revolusi sosial
"Revolusi sosial" yang terjadi setelah
proklamasi berupa penentangan terhadap pranata sosial Indonesia yang terlanjur
terbentuk di masa penjajahan Belanda, dan terkadang juga merupakan hasil
kebencian terhadap kebijakan pada masa penjajahan Jepang. Di seluruh negara,
masyarakat bangkit melawan kekuasaan aristokrat dan kepala daerah dan mencoba
untuk mendorong penguasaan lahan dan sumber daya alam atas nama rakyat.
Kebanyakan revolusi sosial ini berakhir dalam waktu singkat, dan dalam
kebanyakan kasus gagal terjadi.
Kultur kekerasan dalam konflik yang dalam memecah belah
negara ini saat dalam pengusaan Belanda seringkali terulang di paruh akhir abad
keduapuluh. Istilah revolusi sosial banyak digunakan untuk aktivitas berdarah
yang dilakukan kalangan kiri yang melibatkan baik niat altruistik, untuk
mengatur revolusi sosial sebenarnya, dengan ekspresi balas dendam, kebencian,
dan pemaksaan kekuasaan. Kekerasan adalah salah satu dari sekian banyak hal
yang dipelajari rakyat selama masa penjajahan Jepang, dan tokoh-tokoh yang
diidentifikasi sebagai tokoh feodal, antara lain para raja, bupati, atau kadang
sekedar orang-orang kaya, seringkali menjadi sasaran penyerangan, kadang
disertai pemenggalan, serta pemerkosaan juga sering menjadi senjata untuk
melawan wanita-wanita feodal. Di daerah pesisir Sumatera dan Kalimantan yang
dikuasai kesultanan, misalnya, para sultan dan mereka yang mendapat kekuasaan
dari Belanda, langsung mendapat serangan begitu pemerintahan Jepang angkat kaki.
Penguasa sekuler Aceh, yang menjadi basis kekuasaan Belanda, turut dieksekusi,
meskipun kenyataannya kebanyakan daerah kekuasaan kesultanan di Indonesia telah
kembali jatuh ke tangan Belanda.
Kebanyakan orang Indonesia pada masa ini hidup dalam
ketakutan dan kebimbangan, hal ini terutama terjadi pada populasi yang
mendukung kekuasaan Belanda atau mereka yang hidup di bawah kontrol Belanda.
Teriakan kemerdekaan yang begitu populer, "Merdeka ataoe mati!"
seringkali menjadi pembenaran untuk pembunuhan yang terjadi di daerah kekuasaan
Republik. Para pedagang seringkali mengalami situasi sulit ini. Di satu sisi,
mereka ditekan oleh pihak Republik untuk memboikot semua ekspor ke Belanda,
sementara di sisi lain polisi Belanda juga tidak mengenal ampun bagi para penyelundup
yang justru menjadi tumpuan ekonomi pihak Republik. Di beberapa wilayah,
istilah "kedaulatan rakyat" yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945
dan sering digunakan para pemuda untuk menuntut kebijakan proaktif dari para
pemimpin, seringkali berakhir tidak hanya menjadi tuntutan atas komoditas
gratis, tapi juga perampokan dan pemerasan. Pedagang Tionghoa, khususnya,
seringkali diminta untuk memberikan harga murah dengan ancaman pembunuhan.
Pemberontakan Komunis.
Pada 18 September 1948 Republik Soviet Indonesia
diproklamasikan di Madiun, oleh anggota PKI yang berniat menjalankan sebuah
pusat pembangkangan atas kepemimpinan Sukarno Hatta, yang dianggap budak Jepang
dan Amerika. Pertempuran antara TNI dan PKI ini, tetap dimenangkan pihak TNI dalam beberapa minggu, dan pemimpinnya, Muso, terbunuh. RM Suryo, Gubernur Jawa Tiur pada masa itu,
beberapa petugas kepolisian, dan pemimpin relijius gugur di tangan pemberontak.
Kemenangan ini menghilangkan gangguan konsentrasi atas perjuangan revolusi
nasional dan memperkuat simpati Amerika yang awalnya hanya berupa perasaan
senasib dalam bentuk anti kolonialisme, menjadi dukungan diplomatik. Di dunia
internasional, pihak Republik Indonesia mengukuhkan sikap anti komunis dan
menjadi calon sekutu potensial di awal era perang dingin antara Amerika Serikat
dan blok Soviet.[20]
Pemberontakan Darul Islam
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya
Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar
Muzakkar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya
lainnya dimasukkan dalam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah
pimpinanya.
Tuntutan itu ditolak karena banyak di antara mereka yang
tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan
menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat
dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar
Muzakkar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa
persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakkar mengubah nama
pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari
DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953.
Awalnya TNI tidak merespon karena sedang berkonsentrasi
melawan agresi Belanda. Namun setelah seluruh teritori kembali disatukan pada
1950, maka pemerintah Republik Indonesia mulai menganggap Darul Islam sebagai
ancaman, terutama setelah beberapa provinsi lainnya menyatakan bergabung dalam
Darul Islam. Perlawanan ini berhasil dipadamkan mulai tahun 1962, dan tanggal 3
Februari 1965, Kahar
Muzakkar tertembak
mati oleh pasukan TNI dalam sebuah baku tembak.
Dampak
Wakil Presiden
Indonesia, Hatta dan Ratu Belanda, Juliana menandatangani kedaulatan Indonesia
di Den Haag, Belanda
Walaupun tidak ada data akurat mengenai perhitungan dari
berapa banyak penduduk Indonesia yang meninggal dalam gerakan revolusi Indonesia. Perkiraan yang meninggal dalam
peperangan untuk kemerdekaan Indonesia berkisar dari 45.000 sampai 100.000
jiwa, dan rakyat sipil diperkirakan meninggal dalam kisaran 25.000 atau mungkin
mencapai angka 100.000 jiwa. Selain itu, tentara Inggris yang berjumlah 1200 diperkirakan
dibunuh dan Sedangkan untuk Belanda lebih dari 5000 tentaranya kehilangan
nyawa mereka di Indonesia. Lebih banyak lagi tentara Jepang gugur, di Bandung sendiri tentara Jepang yang meninggal
dalam peperangan sebanyak 1057 jiwa, dalam faktanya hanya setengahnya yang
gugur dalam peperangan, sementara yang lainnya tewas diamuk oleh rakyat
Indonesia lainnya. Puluhan ribu orang Tionghoa dan masyarakat asing lainnya di bunuh
atau terpaksa kehilangan tempat tinggalnya di Indonesia, walaupun dalam kenyataannya
masyarakat Tionghoa yang tinggal di Indonesia mendukung gerakan revolusi
Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan. Selain itu, lebih dari tujuh juta jiwa
mengungsi di Sumatera dan Jawa. [21].
Gerakan revolusi nasional Indonesia ini memberikan efek
langsung pada kondisi ekonomi, sosial dan budaya Indonesia itu sendiri, di antaranya kekurangan
bahan makanan, dan bahan bakar. Ada dua efek dalam ekonomi yang ditimbulkan
oleh gerakan nasional Indonesia yang berdampak langsung dengan ekonomi Kerajaan Belanda dan Indonesia, keduanya kembali untuk membangun
ekonomi mereka secara berkelanjutan setelah Perang Dunia II dan gerakan revolusi Indonesia. Republik
Indonesia mengatur
kembali setiap hal yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia yang awalnya diblokade
oleh Belanda.
REVOLUSI ISLAM IRAN
Revolusi Iran (juga dikenal dengan sebutan Revolusi Islam,[1][2][3][4][5][6] Persia: انقلاب اسلامی, Enghelābe Eslāmi) merupakan revolusi
yang mengubah Iran dari Monarki di bawah Shah Mohammad
Reza Pahlavi, menjadi
Republik
Islam yang dipimpin
oleh Ayatullah
Agung Ruhollah Khomeini, pemimpin revolusi dan pendiri dari
Republik Islam.[7] Sering disebut pula "revolusi besar ketiga dalam
sejarah," setelah Perancis dan Revolusi
Bolshevik.[8]
Walapun beberapa orang berpendapat bahwa revolusi masih
berlangsung, rentang-waktu terjadinya revolusi terjadi pada Januari 1978 dengan demonstrasi besar pertama,[9] dan ditutup dengan disetujuinya konstitusi teokrasi baru - dimana Khomeini menjadi Pemimpin
Tertinggi negara -
pada Desember 1979. Sebelumnya, Mohammad
Reza Pahlavi
meninggalkan Iran dan menjalani pengasingan pada Januari 1979 setelah pemogokan dan demonstrasi
melumpuhkan negara, dan pada 1 Februari 1979 Ayatullah Khomeini kembali ke Teheran yang disambut oleh beberapa juta Bangsa Iran.[10] Kejatuhan terakhir Dinasti Pahlavi segera terjadi setelah 1 Februari dimana Angkatan Bersenjata Iran menyatakan dirinya netral setelah gerilyawan dan pasukan pemberontak mengalahkan tentara yang loyal kepada
Shah dalam pertempuran jalanan. Iran secara resmi menjadi Republik Islam pada 1 April 1979 ketika sebagian besar Bangsa Iran
menyetujuinya melalui referendum nasional.[11]
Revolusi ini memiliki keunikan tersendiri karena mengejutkan
seluruh dunia.[12] Tidak seperti berbagai revolusi di dunia, Revolusi Iran
tidak disebabkan oleh kekalahan dalam perang, krisis moneter, pemberontakan
petani, atau ketidakpuasan militer;[13] menghasilan perubahan yang sangat besar dengan kecepatan
tinggi ;[14] mengalahkan sebuah rejim, walaupun rejim tersebut
dilindungi oleh angkatan bersenjata yang dibiayai besar-besaran dan pasukan
keamanan;[15][16] dan mengganti monarki kuno dengan ajaran teokrasi yang
didasarkan atas Guardianship of the Islamic Jurists (atau velayat-e faqih).
Hasilnya adalah sebuah Republik Islam "yang dibimbing oleh ulama berumur
80 tahun yang diasingkan ke luar negeri dari Qom," sebagaimana seorang
cendekiawan menyatakan, "jelas sebuah kejadian yang harus dijelaskan.
..."[17]
Revolusi ini terjadi kepada dua peringkat. Peringkat pertama
bermula pada pertengahan 1977 hingga tahun 1979 yang dipimpin oleh pihak
liberal, golongan haluan kiri dan kumpulan agama. Kesemua mereka memberontak
menentang Shah Iran. Peringkat kedua yang turut dikenali sebagai Revolusi
Islam menyaksikan naiknya Ayatollah menjadi pemimpin revolusi.
Sebab-sebab
terjadinya revolusi
Penjelasan dari pertanyaan, "Mengapa revolusi
terjadi?" Dapat dilihat dibawah ini:
Kesalahan-kesalahan Shah
- Shah Muhammad Reza Pahlevi
menjalankan pemerintahan yang brutal, korup, dan boros.
Kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah yang terlalu ambisius menyebabkan
inflasi tinggi, kelangkaan, dan perekonomian yang tidak efisien.[18][19]
Kebijakan Shah yang kuat untuk melakukan westernisasi
dan kedekatan dengan kekuatan barat (Amerika Serikat)
berbenturan dengan identitas Muslim Syi'ah Iran[20] Hal
ini termasuk pengangkatannya oleh Kekuatan Sekutu dan bantuan dari CIA
pada 1953 untuk mengembalikannya ke kekuasaan, menggunakan banyak
penasihat dan teknisi militer dari Militer Amerika Serikat dan pemberian
kekebalan diplomatik kepada mereka. Ia, seperti ayahnya, Shah
Reza Pahlevi merupakan orang yang sekuler, berbeda
dengan cara pandang rakyat Iran pada umumnya yang sangat menghormati agama
(Islam Syiah)
dalam kehidupan mereka sehari-hari. semua hal tersebut membangkitkan
nasionalisme Iran, baik dari pihak relijius dan sekuler.[21] menganggap
Shah sebagai boneka barat;[22][23].